Alam Akhirat, Tempat Kita Yang Abadi

AKHIRAT, TEMPAT TINGGAL MANUSIA
YANG SEBENARNYA


Banyak orang yang mengira bahwa mungkin saja menjalani kehidupan yang sempurna di dunia ini. Menurut pandangan ini, hidup yang bahagia dan menyenang-kan dicapai melalui kelimpahan materi, yang bersama dengan sebuah kehidupan rumah tangga yang memuaskan dan pengakuan atas status sosial seseorang umumnya dianggap sebagai asas bagi kehidupan yang sempurna.
Namun menurut cara pandang Al Quran, suatu “kehidupan yang sempurna” yaitu, kehidupan tanpa masalah adalah mustahil di dunia ini. Ini semata karena kehidupan di dunia memang sengaja dirancang untuk tidak sempurna.

Akar kata bahasa Arab bagi ‘dunia’ dunya mempunyai sebuah arti penting. Secara etimologis, kata ini diturunkan dari akar kata daniy, yang berarti “sederhana”, “remeh”, “rendah”, dan “tak berharga”. Jadi, kata ‘dunia’ dalam bahasa Arab secara inheren mencakup sifat-sifat ini.
Ketidakberartian kehidupan ini ditekankan berkali-kali pada awal situs ini. Memang semua faktor yang dipercaya akan membuat hidup indah — kekayaan, kesuksesan pribadi dan bisnis, pernikahan, anak-anak, dan seterusnya — tak lebih dari tipuan yang sia-sia. Ayat tentang ini sebagai berikut:

Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warna-nya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (QS. Al Hadiid, 57: 20)

Dalam ayat lainnya, Allah menyebutkan kecenderungan manusia kepada dunia daripada akhirat:

Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. (QS. Al-A’laa, 87: 16-17)

Berbagai masalah muncul hanya karena, dibandingkan hari akhirat, manusia menilai hidup ini terlalu tinggi. Mereka merasa senang dan puas dengan apa yang mereka miliki di sini, di dunia ini. Perilaku seperti ini tidak lain berarti memalingkan diri dari janji Allah dan karenanya dari realitas keberadaan-Nya yang agung. Allah menyatakan bahwa akhir yang memilukan telah menunggu mereka.

Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami. (QS. Yunus, 10: 7)

Tentu saja, ketidaksempurnaan hidup ini tidak menyangkal kenyataan adanya hal-hal yang baik dan indah di muka bumi. Tetapi di bumi ini, apa yang dinilai indah, menggembirakan, menyenangkan, dan menarik berpasang-pasangan dengan ketidaksempurnaan, cacat dan jelek. Tentu saja, jika diamati dengan pikiran yang tenang dan teliti, fakta-fakta ini akan membuat seseorang menyadari kebenaran hari akhir. Bersama Allah, kehidupan yang benar-benar baik dan bermanfaat bagi manusia adalah kehidupan akhirat.
Allah memerintahkan para hamba-Nya yang setia untuk berupaya keras memperoleh surga dalam ayat berikut:

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (QS. Ali ‘Imran, 3: 133)

Mereka yang Bersegera bagi Surga


Dalam Al Quran, orang-orang yang beriman diberikan kabar gembira mengenai ganjaran dan kebahagiaan abadi. Namun, apa yang umumnya diabaikan adalah fakta bahwa kebahagiaan dan kesenangan abadi ini dimulai semenjak kita masih ada di kehidupan sekarang ini. Ini karena, di dunia ini juga, orang-orang beriman tidak dicabut dari kemurahan hati dan kasih sayang Allah.
Dalam Al Quran, Allah menyatakan bahwa orang mukmin sebenarnya yang menyibukkan diri dengan amal kebajikan di dunia ini akan memperoleh tempat tinggal yang amat baik di Akhirat:

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS. An-Nahl, 16: 97)

Sebagai ganjaran dan sumber kebahagiaan, di dunia ini Allah melimpahkan banyak kemurahan dan juga rezeki yang tak terduga-duga dalam kehidupan yang menyenangkan secara pribadi dan masyarakat kepada hamba-hamba-Nya yang sejati. Inilah hukum Allah yang kekal. Karena kekayaan, kemegahan, dan keindahan merupakan ciri-ciri asasi dari surga, Allah juga membuka kekayaan-Nya kepada orang-orang mukmin yang tulus di dunia ini. Ini tentu saja awal dari kehidupan yang menyenangkan dan terhormat tanpa akhir.
Berbagai tempat dan perhiasan yang indah di dunia ini hanyalah gaung dari yang sebenarnya di surga. Keberadaan mereka membuat orang mukmin sejati memikirkan surga dan merasa kerinduan yang makin dalam kepadanya. Sementara itu, sepanjang hidupnya, sangat mungkin seorang mukmin menderita kesulitan dan kesedihan; namun, mukmin sejati meletakkan kepercayaannya kepada Allah dan dengan sabar menanggung penderitaan apa pun yang menimpa. Lebih dari itu, karena menyadari bahwa ini merupakan jalan untuk memperoleh kesenangan yang baik dari Allah, sikap sedemikian memberikan kelegaan khusus dalam hatinya.

Pribadi mukmin adalah seorang yang terus-menerus menyadari keberadaan penciptanya. Dia tunduk akan semua perintah-Nya dan berhati-hati menjalani kehidupan sebagaimana diuraikan dalam Al Quran. Dia memiliki dugaan dan harapan yang realistis bagi kehidupannya setelah kematian. Karena seorang mukmin meletakkan kepercayaannya kepada penciptanya, Allah meringankan semua kesengsaraan dan penderitaan dari hatinya.

Yang lebih penting lagi, seorang mukmin setiap saatnya merasakan tuntunan dan dukungan dari penciptanya. Ini merupakan kedamaian hati dan pikiran yang berasal dari kesadaran bahwa Allah bersamanya setiap kali dia berdoa, menyibukkan diri dengan amal-amal kebaikan, atau melakukan sesuatu — penting atau tidak berarti — semata untuk memperoleh keridhaan-Nya.

Ini sudah tentu merupakan sebuah perasaan aman yang mengilhami hati seorang mukmin yang memahami bahwa “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.” (QS. Ar-Ra’d, 14: 11), dan bahwa dia akan memperoleh kemenangan dalam perjuangannya dengan nama Allah, dan bahwa dia akan menerima kabar baik mengenai ganjaran abadi: surga. Maka, mukmin sejati tidak pernah takut atau bersedih, sesuai dengan ilham Allah kepada para malaikat “Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkan orang-orang yang telah beriman” (QS. Al Anfaal, 8: 12)

Orang mukmin adalah mereka yang berkata “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka (QS. Fushshilat, 41: 30). Juga “bagi mereka para malaikat turun” dan kepada siapa para malaikat berkata, “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu” (QS. Fusshhilat, 4: 30). Orang mukmin juga menyadari bahwa pencipta mereka “tidak memikulkan kewajiban kepada diri seseorang melainkan sekadar kesanggupannya” (QS. Al A’raaf, 7: 42). Mereka sangat menyadari bahwa “Allah lah menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (QS. Al Qamar, 54: 49). Jadi, merekalah yang berkata, “Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal” (QS. At-Taubah, 9: 51) dan meletakkan kepercayaannya kepada Allah. “Tidak ada kerugian bagi mereka” karena “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung” (QS. Ali Imran, 3: 173-174). 

Namun, karena dunia merupakan tempat untuk menguji semua manusia, orang mukmin perlu dihadapkan pada beberapa kesulitan. Kelaparan, kehausan, kehilangan harta, penyakit, kecelakaan, dan sebagainya mungkin menimpa mereka kapan pun juga. Kemiskinan, juga bentuk-bentuk kesulitan atau kemalangan lainnya mungkin pula menimpa mereka. Bentuk ujian yang mungkin dilalui seorang mukmin diterangkan sebagai berikut dalam Al Quran:

Dan Allah menyelamatkan orang-orang yang bertakwa karena kemenangan mereka, mereka tiada disentuh oleh azab (neraka dan tidak pula) mereka berduka cita. (QS. Az-Zumar, 39: 61)

Orang-orang mukmin menyadari bahwa masa-masa sulit diciptakan secara khusus dan bahwa kewajiban mereka adalah menanggapinya dengan kesabaran dan istiqamah. Lebih jauh lagi, ini merupakan kesempatan besar untuk menunjukkan tekad dan komitmen terhadap Allah dan suatu jalan untuk memperoleh kedewasaan diri dalam pandangan-Nya. Maka, seorang mukmin menjadi lebih bahagia, gembira dan lebih tekun pada kesempatan seperti itu.

Namun, perilaku mereka yang tidak beriman sama sekali berbeda. Saat-saat sulit membuat mereka jatuh dalam keputusasaan. Di samping penderitaan fisik, seorang yang tak beriman juga menanggung penderitaan mental yang berat.

Ketakutan, kehilangan harapan, pesimisme, kesedihan, kecemasan, dan gejolak yang merupakan ciri pembawaan dari orang yang tidak beriman di dunia tak lain hanya bentuk kecil dari kepedihan sebenarnya yang akan mereka tanggung di akhirat. “menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.” (QS. Al An’aam, 6: 125)
Di lain pihak, orang mukmin sejati yang mencari pengampunan dan bertobat kepada Allah menerima kemurahan dan kasih sayang Allah di dunia ini sebagaimana dituturkan ayat berikut:

Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertobat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus-menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat. (QS. Huud, 11: 3)

Pada ayat lain, kehidupan orang-orang mukmin diuraikan sebagai berikut:

Dan dikatakan kepada orang-orang yang bertakwa: “Apakah yang telah diturunkan oleh Tuhanmu?” Mereka menjawab: “kebaikan”. Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat yang baik. Dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa. (QS. An-Nahl, 16: 30-31)

Hari akhirat jelas lebih utama dan lebih baik daripada dunia ini. Dibandingkan dengan hari akhir, dunia ini tak lain hanyalah sarana dan merupakan tempat yang tak berharga sama sekali. Maka, jika seseorang ingin mencari tujuan untuk dirinya, tujuan itu haruslah surga di akhirat. Seharusnya juga diingat bahwa mereka yang mencari surga menerima kebajikan dari Penciptanya di dunia ini juga. Tetapi mereka yang mencari kehidupan dunia ini dan mendurhaka terhadap Allah seringkali tak mendapatkan apa-apa yang berharga darinya dan kemudian kediaman mereka pada kehidupan selanjutnya adalah neraka.

Surga


Allah menjanjikan surga bagi mereka yang menghadap-Nya sebagai mukmin. Tentu saja, Allah tidak pernah menyalahi janji-Nya. Mereka yang teguh keimanannya mengetahui bahwa Pencipta mereka akan memegang janji-Nya dan bahwa mereka akan diterima di surga asalkan mereka hidup sebagai mukmin sejati di dunia ini:

Yaitu surga ‘Adn yang telah dijanjikan oleh Tuhan Yang Maha Pemurah kepada hamba-hamba-Nya, sekalipun (surga itu) tidak tampak. Sesungguhnya janji Allah pasti akan ditepati. (QS. Maryam, 19: 61)


Saat memasuki surga merupakan momen terpenting bagi orang-orang mukmin yang beriman dan beramal saleh. Sepanjang hayat, mereka bekerja keras, berdoa, melakukan hal-hal yang benar untuk memperolehnya. Di sisi Allah, itulah tentunya tempat terbaik untuk tinggal dan tempat paling nyata untuk dicapai: surga, tempat yang disediakan khusus bagi mereka yang beriman. Allah menceritakan saat yang unik ini dalam ayat berikut:

(Yaitu) surga ‘Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya, dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (sambil mengucapkan), ‘Keselamatan atas kamu karena kesabaranmu,’ Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu. (QS. Ar-Ra’d, 13: 23-24)

Keindahan Surga

Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa ialah (seperti taman), mengalir sungai-sungai di dalamnya; buahnya tiada henti sedang naungannya (demikian pula). Itulah tempat kesudahan bagi orang-orang yang bertakwa; sedang tempat kesudahan bagi orang-orang kafir ialah neraka. (QS. Ar-Ra’d, 13: 35)

Panorama yang indah dengan danau, sungai, dan tumbuh-tumbuhan hijau yang subur adalah surga yang dibayangkan oleh orang awam. Namun, gambaran surga ini harus dijernihkan karena tidak tepat mewakili pandangan Quran. Sudah barang tentu surga memiliki keindahan alam yang luar biasa; akan tetapi, suasana menyenangkan seperti itu hanya menggambarkan seginya yang indah dan menggoda. Karena itulah, di dalam Al Quran terdapat berbagai referensi tentang tempat tinggal yang indah, taman-taman yang teduh, dan sungai-sungai yang mengalir. Namun, membatasi surga dengan keindahan fisik sudah tentu akan terbukti tidak setara dengan kenyataannya.

Keindahan dan keagungan surga jauh melebihi imajinasi manusia. Penyebutan Quran “Kedua surga itu mempunyai pohon-pohonan dan buah-buahan,” (QS. Ar-Rahman, 55:48) jelas mengilustrasikan gambaran hidup tentang sifat nyata dari surga. Yang dimaksud dengan “afnan” (pohon-pohonan dan buah-buahan) adalah hal-hal yang diciptakan khusus oleh Allah Yang Mahatahu. Kesenangan ini dapat pula menjadi imbalan yang mengejutkan atau hal-hal yang memberi kesenangan yang tak pernah dibayangkan manusia. Janji Allah, “kesenangan” adalah hal-hal yang khusus diciptakan Allah Yang Mahatahu. Kesenangan ini mungkin akan menjadi ganjaran yang mengejutkan atau hal yang tak pernah terbayangkan oleh manusia. Janji Allah, “Mereka memperoleh apa yang mereka kehendaki di sisi Tuhan mereka. Yang demikian itu adalah karunia yang besar.” (QS. Asy-Syura, 42: 22) menjelaskan bahwa sebagai kemurahan Allah, imajinasi orang mukmin akan membentuk Surga sesuai dengan selera dan keinginan mereka.

Tempat Tinggal Abadi bagi Orang-Orang Mukmin

Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan tempat-tempat yang bagus di surga ‘Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar. (QS. At-Taubah, 9: 72)


Di dunia ini, orang beriman hidup di “rumah-rumah yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya.” (QS. An-Nuur, 24: 36) Dengan perintah Allah, para penghuni ini tetap bersih dan terawat khusus.

Begitu pula halnya dengan hunian di surga; mereka adalah tempat-tempat di mana Allah dimuliakan dan Nama-Nya senantiasa diingat. Begitu pula dengan gedung besar di tempat-tempat yang indah, tempat tinggal orang-orang mukmin di dunia mungkin merupakan karya dari desain dan arsitektur ultramodern yang dibangun di kota-kota yang indah.

Tempat tinggal di surga yang diterangkan di dalam Al Quran biasanya berada di keindahan alam:

Tetapi orang-orang yang bertakwa kepada Tuhannya mereka mendapat tempat-tempat yang tinggi, di atasnya dibangun pula tempat-tempat yang tinggi yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Allah telah berjanji dengan sebenar-benarnya. Allah tidak akan memungkiri janji-Nya. (QS. Az-Zumar, 39: 20)

Gedung-gedung yang disebutkan dalam ayat tersebut, yang di bawahnya mengalir sungai, mungkin memiliki jendela-jendela besar atau aula yang dikelilingi oleh dinding kaca yang memungkinkan menikmati panorama indah ini. Mereka adalah rumah-rumah yang dihias indah dengan singgasana-singgasana yang khusus dirancang untuk kenyamanan orang-orang mukmin. Mereka akan beristirahat di atas singgasana yang disusun berjejer dan menikmati limpahan buah-buahan yang lezat dan berbagai jenis minuman. Desain dan dekorasi gedung tersebut adalah kain dan bahan-bahan dengan kualitas terbaik. Sofa-sofa yang nyaman yang dihiasi kain brokat sutra dan singgasana secara khusus ditekankan dalam banyak ayat:

Mereka berada di atas dipan yang bertahta emas dan permata. (QS. Al Waaqi’ah, 56: 15)
Mereka bertelekan di atas dipan-dipan berderetan dan Kami kawinkan mereka dengan bidadari-bidadari yang cantik bermata jeli. (QS. Ath-Thuur, 52: 20)

Sebagaimana diungkapkan ayat-ayat tersebut, singgasana merupakan simbol martabat, kemegahan, dan kekayaan. Allah berkehendak agar hamba-hamba-Nya hidup di tempat-tempat yang mulia di surga. Di lingkungan yang begitu gemilang, orang-orang mukmin tetap mengingat Allah dan mengulangi kata-kata-Nya:

Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari kami. Sesungguhnya Tuhan kami benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri. Yang menempatkan kami dalam tempat yang kekal dari karunia-Nya; didalamnya kami tiada merasa lelah dan tiada pula merasa lesu. (QS. Faathir, 35: 33-35)

Materi dasar surga adalah “karya yang sangat halus” dan “keindahan yang luar biasa”. Ini semua adalah bayangan dari kecerdasan dan rasa seni tertinggi milik Allah. Misalnya, singgasana-singgasana dilapisi dengan emas dan batu-batu berharga; bukan singgasana biasa, namun singgasana yang agung. Pakaian terbuat dari sutra dan kain berharga. Lebih-lebih lagi, perhiasan perak dan emas melengkapi pakaian ini. Dalam Al Quran, Allah memberikan banyak rincian tentang surga, namun dari berbagai ungkapan itu jelaslah bahwa setiap orang yang beriman akan menikmati sebuah Taman yang dirancang sesuai dengan imajinasinya. Tidak diragukan lagi, Allah akan mengaruniakan banyak lagi anugerah lain yang menakjubkan kepada hamba-hambanya yang tercinta.

Surga yang Tak Terbayangkan

Diedarkan kepada mereka piring-piring dari emas, dan piala-piala dan di dalam surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kamu kekal di dalamnya. (QS. Az-Zukhruf, 43: 71)

Dari deskripsi dan ilustrasi yang terdapat di dalam Al Quran, kita dapat memperoleh suatu pemahaman umum seperti apa surga itu. Dalam ayat “Setiap mereka diberi rezeki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan: ‘Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu.'” (QS. Al Baqarah, 2: 25), Allah menyatakan bahwa anugerah di surga secara fundamental akan sama dengan yang ada di dunia. Sesuai dengan deskripsi pada ayat, “dan memasukkan mereka ke dalam jannah yang telah diperkenankan-Nya kepada mereka” (QS. Muhammad, 47: 6), kita dapat mencapai kesimpulan bahwa Allah akan membiarkan orang-orang beriman tinggal di Surga dengan apa yang telah mereka kenal sebelumnya.

Walau demikian, setiap keterangan yang dapat kita kumpulkan tentang surga di dunia ini pastilah tidak memadai; ia hanya dapat memberikan isyarat untuk mengira sebuah gambaran umum. “Perumpamaan jannah yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring.” (QS. Muhammad, 47: 15). Ayat ini menjelaskan bahwa surga adalah suatu tempat di luar imajinasi kita. Di dalam jiwa manusia, ayat ini membangkitkan perasaan bahwa surga adalah sebuah tempat dengan pemandangan yang tak terduga.
Di lain pihak, Allah menguraikan surga sebagai “suatu hiburan” atau sebuah “pesta”:

Akan tetapi orang-orang yang bertakwa kepada Tuhannya, bagi mereka surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, sedang mereka kekal di dalamnya sebagai tempat tinggal dari sisi Allah. Dan apa yang di sisi Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang berbakti. (QS. Ali Imran, 3: 198)

Dalam ayat ini, Allah memperkenalkan surga sebagai sebuah tempat hiburan dan kesenangan. “Akhir” dari hidup ini, kesenangan karena lulus “ujian” dan mencapai tempat terbaik untuk tinggal selamanya, sudah barang tentu membuat orang-orang yang beriman bergembira. Perayaan ini akan sangat luar biasa: perayaan yang tidak ada padanannya dengan pesta atau kegembiraan apa pun di dunia ini. Jelaslah bahwa perayaan ini akan di luar kebiasaan dan ritual dari semua pertunjukan, festival, karnaval atau pesta yang biasa ada di negeri-negeri terdahulu maupun sekarang.

Di kehidupan yang abadi, fakta bahwa mereka yang beriman akan menikmati berbagai jenis hiburan tanpa henti mengingatkan akan sebuah ciri lain dari orang beriman di surga: tidak pernah merasa lelah. Di dalam Al Quran, kondisi ini diungkapkan sebagai berikut dalam perkataan orang beriman: “Yang menempatkan kami dalam tempat yang kekal dari karunia-Nya; di dalamnya kami tiada merasa lelah dan tiada pula merasa lesu.” (QS. Faathir, 35: 35)

Tak diragukan, orang-orang yang beriman juga tidak akan mengalami kelelahan mental di sana. Berlawanan dengan surga, di mana “mereka tidak merasa lelah di dalamnya” (QS. Al Hijr, 15: 48), manusia di dunia merasa lelah karena tubuhnya tidak diciptakan kuat. Ketika seseorang merasa lelah, dia menjadi sulit berkonsentrasi dan membuat keputusan yang cermat. Karena kelelahan, persepsi seseorang berubah. Namun, kondisi pikiran seperti itu tidak pernah ada di surga. Semua indra terus tajam menangkap ciptaan Allah dengan kemampuan terbaik. Orang-orang yang beriman sama sekali tidak merasakan perasaan lelah dan karenanya, mereka menikmati anugerah Allah tanpa gangguan. Kesenangan dan kegembiraan yang dirasakan tidak berbatas dan abadi.

Di lingkungan di mana kelelahan dan kebosanan tidak ada, Allah memberi ganjaran orang-orang yang beriman dengan menciptakan “apa pun yang mereka inginkan”. Sudah tentu, Allah memberikan kabar gembira bahwa Dia akan menciptakan lebih dari yang dapat dibayangkan atau diinginkan mereka: “Mereka di dalamnya memperoleh apa yang mereka kehendaki; dan pada sisi Kami ada tambahannya.” (QS. Qaaf, 50: 35)
Hendaklah diingat bahwa salah satu anugerah surga yang terpenting adalah bahwa “Allah memelihara mereka dari azab neraka,” (QS. Ad-Dukhaan, 44: 56) dan “mereka tidak mendengar sedikit pun suara api neraka. “ (QS. Al Anbiyaa’, 21: 102)

Sebaliknya, kapan pun mereka mau, orang-orang yang beriman mendapat kesempatan untuk melihat dan berbicara kepada penghuni neraka. Mereka pun merasa berterima kasih atas anugerah ini:

Mereka berkata: “Sesungguhnya kami dahulu, sewaktu berada di tengah-tengah keluarga kami merasa takut. Maka Allah memberikan karunia kepada kami dan memelihara kami dari azab neraka. Sesungguhnya kami dahulu menyembah-Nya. Sesungguhnya Dialah yang melimpahkan kebaikan lagi Maha Penyayang.” (QS. At-Thuur: 26-28)

Surga diuraikan di dalam Al Quran sebagai berikut: “Dan apabila kamu melihat di sana, niscaya kamu akan melihat berbagai macam kenikmatan dan kerajaan yang besar.” (QS. Al Insaan, 76: 20) Di sini, mata mengecap dan menikmati pemandangan yang berbeda, kemegahan yang berbeda. Setiap sudut dan tempat dihiasi dengan hiasan yang berharga. Kemegahan seperti itu hanyalah untuk orang-orang beriman, yang dilimpahi Allah kemurahan-Nya dan dihadiahkan Taman-Nya. “Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan,” (QS. Al Hijr, 15: 47) “mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin berpindah dari padanya.” (QS. Al Kahfi, 18: 108)

Anugerah Allah Terpenting: Ridha-Nya

Allah telah menjanjikan kepada orang yang beriman, lelaki maupun wanita, taman-taman yang di bawahnya mengalir sungai, untuk tinggal di dalamnya, dan gedung-gedung indah di dalam taman kebahagiaan abadi. Tetapi kebahagiaan terbesar adalah ridha Allah: itulah kebahagiaan utama. (QS. At-Taubah, 9: 72)

Pada halaman-halaman terdahulu, telah disebutkan tentang anugerah mulia yang dikaruniakan Allah atas manusia di surga. Nyatalah bahwa surga itu adalah sebuah tempat yang berisi semua kesenangan yang dapat dirasakan manusia dengan panca indranya. Namun, keunggulan surga adalah ridha Allah. Bagi mereka yang beriman, memperoleh ridha Allah menjadi sumber kedamaian dan kesenangan di hari akhirat. Lebih jauh lagi, melihat anugerah Allah dan bersyukur kepada Allah atas kemurahan-Nya membuat mereka gembira. Di dalam Al Quran, orang-orang yang beriman digambarkan sebagai berikut:

Allah ridha terhadap-Nya. Itulah keberuntungan yang paling besar. (QS. Al Maaidah, 5: 119)

Apa yang membuat anugerah surga begitu berharga adalah keridhaan Allah. Jenis anugerah yang sama dapat juga ada di dunia ini, namun jika ridha Allah tidak ada, orang-orang yang beriman tidak menikmati anugerah-anugerah ini. Ini adalah masalah penting yang perlu direnungkan. Apa yang sebenarnya membuat suatu anugerah berharga adalah sesuatu di luar nikmat dan kesenangan yang diberikannya. Yang benar-benar berarti, adalah fakta bahwa Allah telah melimpahkan anugerah itu.

Seorang yang beriman yang mendapatkan anugerah sedemikian dan bersyukur kepada Penciptanya memperoleh kesenangan utamanya dari mengetahui bahwa hal itu merupakan kemurahan Allah. Kepuasan dapat ditemukan hanya dari fakta bahwa Allah melindunginya, mencintainya dan bahwa Penciptanya menunjukkan kasih sayang-Nya kepadanya. Oleh karena itu, hati seseorang hanya mengambil kesenangan dari surga. Dia diciptakan sebagai hamba Allah dan karenanya dia hanya mengambil kesenangan dari kemurahan-Nya.

Karena itulah sebuah “surga di bumi” utopia orang yang tidak beriman tidak pernah ada di dunia ini. Malahan jika segala sesuatu yang ada di surga dikumpulkan dan diletakkan di dunia ini, ia tetap tidak berarti tanpa keridhaan Allah.

Ringkasnya, surga adalah pemberian Allah kepada hamba-hamba-Nya yang sejati dan karena itu begitu penting bagi mereka. Karena, “merupakan hamba-hamba yang dimuliakan” (QS. Al Anbiyaa’ 21: 26), mereka memperoleh kebahagiaan dan kesenangan yang abadi. Ucapan orang-orang yang beriman di surga adalah, “Maha Agung nama Tuhanmu Yang Mempunyai Kebesaran dan Karunia.” (QS. Ar-Rahmaan, 55: 78)

Neraka


Tempat orang-orang yang tidak beriman tinggal selamanya diciptakan khusus untuk memberikan siksaan bagi jasad dan jiwa manusia. Hal ini semata karena orang-orang yang tidak beriman bersalah atas dosa besar dan keadilan Allah menuntut hukuman atas mereka.

Tidak bersyukur dan ingkar terhadap Sang Pencipta, Dia yang memberi jiwa kepada manusia, adalah kesalahan terbesar di seluruh alam semesta. Karenanya, di hari akhirat ada azab yang pedih bagi kesalahan besar seperti itu. Itulah fungsi neraka. Manusia diciptakan sebagai hamba Allah. Jika dia menolak tujuan utama penciptaan dirinya, maka jelas dia akan menerima ganjaran yang setimpal. Allah menyatakan dalam hal ini dalam salah satu ayat:

…orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina. (QS. Al Mu’min, 40: 60)

Karena kebanyakan manusia pada akhirnya akan dikirim ke neraka dan hukuman di dalamnya tanpa batas waktu dan abadi, maka sasaran utama, tujuan dasar dari kemanusiaan adalah untuk menghindari neraka. Ancaman terbesar bagi manusia adalah neraka dan tidak ada yang mungkin lebih penting daripada menyelamatkan jiwa darinya.

Walaupun begitu, hampir semua manusia di muka bumi hidup dalam keadaan tidak sadar. Mereka menyibukkan diri dengan masalah-masalah lain dalam kehidupan sehari-hari. Mereka bekerja selama berbulan-bulan, bertahun-tahun, bahkan berpuluh tahun untuk hal yang tidak berarti, namun tidak pernah berpikir tentang ancaman terbesar, bahaya paling serius bagi keberadaan mereka selamanya. Neraka berada tepat di hadapan mereka; namun mereka terlalu buta untuk melihatnya:

Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya). Tidak datang kepada mereka suatu ayat Al Quran pun yang baru (diturunkan) dari Tuhan mereka, melainkan mereka mendengarnya, sedang mereka bermain-main, (lagi) hati mereka dalam keadaan lalai. Dan mereka yang zalim itu merahasiakan pembicaraan mereka: ‘Orang ini tidak lain hanyalah seorang manusia (jua) seperti kamu, maka apakah kamu menerima sihir itu, padahal kamu menyaksikannya?” (QS. Al Anbiyaa’, 21: 1-3)

Orang-orang seperti ini sibuk dengan usaha yang sia-sia. Mereka menghabiskan seluruh hidup mengejar sasaran-sasaran yang tidak masuk akal. Pada kebanyakan waktu, tujuan mereka dipromosikan dalam perusahaan, pernikahan, memiliki “kehidupan rumah tangga yang bahagia”, memperoleh banyak uang atau menjadi pembela ideologi yang tak berguna. Kala melakukan hal-hal ini, mereka tidak sadar akan ancaman besar di hadapan mereka. Bagi mereka, neraka hanyalah fiksi khayalan.

Pada kenyataannya, neraka lebih nyata daripada dunia ini. Dunia akan berakhir setelah sekian waktu, tetapi neraka akan terus ada selamanya. Allah, Pencipta alam semesta dan dunia ini serta semua keseimbangan pelik di alam, telah menciptakan pula hari akhirat, neraka, dan surga. Azab yang pedih dijanjikan kepada semua yang ingkar dan munafik:

Cukuplah bagi mereka Jahannam yang akan mereka masuki. Dan neraka itu adalah seburuk-buruk tempat kembali. (QS. Al Mujaadi-lah, 58: 8)

Neraka, tempat terjelek yang dapat dibayangkan, adalah sumber dari siksaan yang total. Siksaan dan kesakitan ini tidak sama dengan rasa sakit apa pun di dunia ini. Ia jauh lebih kuat daripada rasa sakit ataupun kesengsaraan yang dapat dihadapi seseorang di dunia ini. Ini sudah tentu pekerjaan Allah, Yang Mahamulia dalam kebijaksanaan.

Kenyataan kedua tentang neraka adalah bahwa, untuk setiap orang, siksaan ini tanpa batas waktu dan abadi. Kebanyakan manusia dalam masyarakat yang jahil ini mempunyai kesalahpahaman yang umum tentang neraka: mereka mengira bahwa mereka akan “menjalani hukuman mereka” di neraka untuk waktu tertentu dan kemudian mereka akan diampuni. Ini hanyalah lamunan belaka. Kepercayaan ini khususnya juga tersebar luas di antara mereka yang mengira diri mereka orang yang beriman namun abai melakukan tugas-tugas mereka terhadap Allah. Mereka mengira bahwa mereka dapat memperturutkan hawa nafsu dunia sebanyak mungkin. Menurut keyakinan yang sama, mereka akan memperoleh surga setelah menerima hukuman di neraka untuk beberapa saat. Namun, akhir yang menunggu mereka lebih menyakitkan daripada yang mereka perkirakan. Neraka jelas merupakan tempat penyiksaan tanpa akhir. Di dalam Al Quran, seringkali ditekankan bahwa azab bagi mereka yang tidak beriman itu terus-menerus dan tanpa akhir. Ayat berikut mempertegas fakta ini: “Mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya.” (QS. An-Naba’, 78: 23)

Tidak bersyukur dan ingkar terhadap sang Pencipta yang “memberikan pendengaran, penglihatan, dan hati” (QS. An-Nahl, 16: 78) tentulah layak menerima penderitaan tanpa akhir. Alasan yang diajukan tidak akan menyelamatkan seseorang dari neraka. Keputusan yang diberikan bagi mereka yang memperlihatkan ketidakacuhan atau lebih jelek lagi, kebencian terhadap agama yang digariskan Penciptanya bersifat pasti dan tak berubah. Di dunia, mereka angkuh dan menghindar dari ketundukan terhadap Allah yang Mahakuasa. Mereka juga merupakan musuh besar orang mukmin sejati. Di hari penghisaban, mereka akan mendengarkan kata-kata berikut:

Maka masukilah pintu-pintu neraka Jahannam, kamu kekal di dalamnya. Maka amat buruklah tempat orang-orang yang menyombongkan diri itu. (QS. An-Nahl, 16: 29)

Ciri neraka yang paling menakutkan adalah sifat keabadiannya. Sekali di neraka, maka tidak ada jalan kembali. Satu-satunya realitas adalah neraka beserta berbagai jenis siksaan. Berhadapan dengan azab yang abadi seperti itu, seseorang akan jatuh putus asa. Dia tidak mempunyai pengharapan apa pun lagi. Keadaan ini diuraikan dalam Al Quran sebagai berikut:

Dan adapun orang-orang yang fasik maka tempat mereka adalah jahannam. Setiap kali mereka hendak keluar daripadanya, mereka dikembalikan ke dalamnya dan dikatakan kepada mereka: “Rasakanlah siksa neraka yang dahulu kamu mendustakannya.” (QS. As-Sajdah, 32: 20)

Siksaan di Neraka

Dan orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, mereka itu adalah golongan kiri. Mereka berada dalam neraka yang ditutup rapat. (QS. Al Balad, 90 : 19-20)

Pada hari penghisaban, akan ada miliaran orang, namun kerumunan besar ini tidak akan memberikan kesempatan bagi orang-orang kafir untuk melarikan diri dari penghisaban. Setelah penghisaban orang-orang kafir berlangsung di hadapan Allah, mereka akan dinamai “ahli kiri”. Inilah waktunya mereka akan dikirim ke neraka. Dari saat ini, mereka akan memahami dengan kepahitan bahwa neraka akan menjadi tempat tinggal mereka yang kekal. Mereka yang dikirim ke neraka datang bersama malaikat penggiring dan malaikat penyaksi:

Dan ditiuplah sangkakala. Itulah hari terlaksananya ancaman. Dan datanglah tiap-tiap diri, bersama dengan dia seorang malaikat penggiring dan seorang malaikat penyaksi. Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari ini, maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam. Dan yang menyertai dia berkata: “Inilah (catatan amalnya) yang tersedia pada sisiku.” Allah berfirman: “Lemparkanlah olehmu berdua ke dalam neraka semua orang yang sangat ingkar dan keras kepala, yang sangat menghalangi kebajikan, melanggar batas lagi ragu-ragu, yang menyembah sembahan yang lain beserta Allah maka lemparkanlah dia ke dalam siksaan yang sangat.” (QS. Qaf, 50: 20-26)

Orang-orang kafir digiring ke tempat yang mengerikan ini “dalam rombongan-rombongan”. Namun, dalam perjalanan ke sana, ketakutan akan neraka menghantui hati mereka. Suara yang menakutkan dan kobaran api terdengar dari kejauhan.

Apabila mereka dilemparkan ke dalamnya mereka mendengar suara neraka yang mengerikan, sedang neraka itu menggelegak, hampir-hampir (neraka) itu terpecah-pecah lantaran marah. Setiap kali dilemparkan ke dalamnya sekumpulan (orang-orang kafir), penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka: “Apakah belum pernah datang kepada kamu (di dunia) seorang pemberi peringatan?.”…(QS. Al Mulk, 67: 7-8)

Dari ayat ini, jelas bahwa ketika mereka dibangkitkan kembali, semua orang kafir akan mengerti apa yang akan menimpa mereka. Mereka tinggal sendiri; tanpa teman, sanak saudara, atau pengikut untuk menolong. Orang-orang kafir tidak akan berdaya untuk bersikap angkuh dan mereka akan kehilangan semua kepercayaan dirinya. Mereka akan memandang dengan mata berpaling. Salah satu ayat yang mendeskripsikan momen ini adalah sebagai berikut:

Dan kamu akan melihat mereka dihadapkan ke neraka dalam keadaan tunduk karena (merasa) terhina, mereka melihat dengan pandangan yang lesu. Dan orang-orang yang beriman berkata: “Sesungguhnya orang-orang yang merugi ialah orang-orang yang kehilangan diri mereka sendiri (kehilangan) dan keluarga mereka pada hari kiamat.” Ingatlah, sesungguhnya orang-orang yang zalim itu berada dalam azab yang kekal. (QS. Asy-Syuura, 42: 45)

Neraka penuh dengan kebencian. Kelaparannya dengan orang kafir tidak pernah terpuaskan. Walau ada begitu banyak orang kafir, ia masih meminta lebih banyak lagi:

Hari Kami bertanya kepada jahanam : “Apakah kamu sudah penuh ?” Dia menjawab : “Masih ada tambahan ?” (QS. Qaaf, 50: 30)

Allah menguraikan neraka dalam Al Quran sebagai berikut:

Aku akan memasukkannya ke dalam Saqar. Tahukah kamu apakah (neraka) Saqar itu? Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan. Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan. (QS. Al Muddatstsir, 74: 26-28)

Hidup Tanpa Akhir di Belakang Pintu yang Terkunci
Begitu orang-orang kafir sampai di neraka, pintu-pintu dikunci di belakang mereka. Di sini, mereka melihat pemandangan yang paling menakutkan. Mereka segera paham bahwa mereka akan “dihadiahkan” kepada neraka, tempat mereka untuk selamanya. Pintu-pintu yang terkunci menunjukkan bahwa tidak akan ada penyelamatan. Allah menerangkan keadaan orang-orang kafir sebagai berikut:

Dan orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, mereka itu adalah golongan kiri. Mereka berada dalam neraka yang ditutup rapat. (QS. Al Balad, 90: 19-20)

Azab tersebut di dalam Al Quran disebut sebagai “azab yang besar” (QS. Ali Imran, 3: 176), “siksa yang berat” (QS. Ali Imran, 3: 4), dan “siksa yang pedih” (QS. Ali Imran, 3: 21). Deskripsi tersebut belum memadai untuk memberikan pemahaman sepenuhnya tentang hukuman di neraka. Manusia yang tidak sanggup menahan sekadar nyala api kecil di dunia, tidak dapat memahami bagaimana terbakar api selamanya. Lebih jauh lagi, rasa sakit akibat api di dunia tidak sebanding dengan siksaan yang dahsyat di neraka. Tidak ada rasa sakit yang dapat menyamai apa yang dirasakan di neraka:

Maka pada hari itu tiada seorangpun yang menyiksa seperti siksa-Nya, dan tiada seorangpun yang mengikat seperti ikatan-Nya. (QS. Al Fajr, 89: 25-26)

Begitulah kehidupan di neraka. Namun itu adalah sebuah kehidupan yang setiap saatnya penuh siksa dan derita. Setiap jenis siksaan fisik, mental, dan jiwa, berbagai jenis siksaan dan hinaan mengamuk dalam kehidupan itu. Membandingkannya dengan kesusahan di dunia adalah hal yang mustahil.
Penghuni neraka menanggungkan rasa sakit melalui seluruh panca indranya. Mata mereka melihat bentuk-bentuk yang menjijikkan dan mengerikan; telinga mereka mendengar jeritan, raungan, dan tangis kengerian, hidung mereka penuh dengan bau yang mengerikan dan sengit; lidah mereka mengecap rasa yang amat busuk, tak tertahankan. Mereka merasakan neraka hingga ke dalam sel-sel mereka; rasa sakit yang dahsyat dan membuat gila, yang sukar untuk dibayangkan di dunia ini. Kulit mereka, organ-organ tubuh mereka, dan seluruh jasad mereka hancur dan mereka menggeliat-geliat kesakitan.

Penghuni neraka sangat tahan rasa sakit dan mereka tidak pernah mati. Oleh karena itu, mereka tidak pernah dapat menyelamatkan diri dari siksaan. Dalam Al Quran, rasa sakit diterangkan sebagai berikut: “alangkah beraninya mereka menentang api neraka!” (QS. Al Baqarah, 2: 175) Kulit mereka sembuh kembali saat mereka dibakar; siksaan yang sama berlangsung terus selamanya; intensitas siksaan tidak pernah berkurang. Sekali lagi, Allah berfirman dalam Al Quran: “Masuklah kamu ke dalamnya; maka baik kamu bersabar atau tidak, sama saja bagimu.” (QS. At-Thuur, 52: 16)

Tidak kalah dari rasa sakit fisik, rasa sakit mental juga dahsyat di neraka. Penghuni neraka merasa luar biasa menyesal, jatuh ke dalam ketiadaan harapan, merasa putus asa dan menghabiskan waktu dalam keputusasaan. Setiap sudut, setiap tempat di neraka dibuat untuk memberikan penderitaan mental. Penderitaan itu abadi; jika saja ia akan berakhir setelah jutaan atau miliaran tahun, sekadar kemungkinan jangka panjang seperti itu saja sudah dapat membangkitkan harapan besar dan menjadi alasan kuat untuk kebahagiaan dan kegembiraan. Namun, keabadian siksaan akan menanamkan sejenis rasa putus harapan yang tidak dapat dibandingkan dengan perasaan serupa mana pun di dunia ini.

Menurut deskripsi Al Quran, neraka adalah tempat di mana rasa sakit luar biasa dialami: bau-bau yang menjijikkan; ia sempit, ribut, penuh asap, dan muram, menyuntikkan rasa tidak aman ke dalam jiwa manusia; api membakar hingga ke dalam jantung; makanan dan minuman yang menjijikkan; pakaian dari api dan aspal cair.

Inilah karakteristik dasar neraka. Bagaimanapun, ada kehidupan yang berlangsung di dalam lingkungan mengerikan. Penghuni neraka memiliki indra yang tajam. Mereka mendengar, berbicara, dan berdebat, dan mereka mencoba untuk melarikan diri dari penderitaan. Mereka terbakar dalam api, menjadi haus dan lapar, dan merasakan penyesalan. Mereka disiksa oleh perasaan bersalah. Yang lebih penting lagi, mereka ingin terbebas rasa sakit. Para penghuni neraka menjalani hidup yang tidak terbatas yang lebih rendah dari hewan di lingkungan yang kotor dan menjijikkan ini. Satu-satunya makanan yang mereka miliki adalah buah pahit berduri dan pohon zaqqum. Sedangkan, minuman mereka adalah darah dan nanah. Sementara, api menelan mereka di mana-mana. Penderitaan di neraka dilukiskan sebagai berikut:

Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. An-Nisaa’, 4: 56)

Dengan kulit koyak-moyak, daging terbakar, dan darah bepercikan di mana-mana, mereka dirantai dan dicambuk. Dengan tangan terikat ke leher mereka, mereka dilemparkan ke pusat neraka. Malaikat azab, sementara itu, menempatkan mereka yang bersalah di ranjang api, selimutnya pun dari api. Peti mati tempat mereka ditempatkan tertutup api.

Orang-orang kafir terus-menerus menjerit agar diselamatkan dari segala siksaan itu. Dan mereka sering menerima balasan hanya berupa lebih banyak hinaan dan siksaan. Mereka ditinggalkan sendiri dalam penderitaan mereka. Mereka yang dulunya dikenal dengan keangkuhannya di dunia sekarang memohon-mohon ampunan. Lebih jauh lagi, hari-hari di neraka tidak sama dengan hari-hari di dunia, berapa lamakah satu menit di dalam penderitaan abadi, berapa lamakah sehari, seminggu, sebulan, atau setahun pada kesakitan tak berhingga dan tanpa akhir?

Semua adegan ini akan menjadi kenyataan. Semuanya nyata. Lebih nyata dari kehidupan kita sehari-hari.
Mereka “yang menyembah Allah dengan berada di tepi” (QS. Al Hajj, 22: 11); mereka yang berkata, “Kami tidak akan disentuh oleh api neraka kecuali beberapa hari yang dapat dihitung” (QS. Ali ‘Imran, 3: 24); mereka yang menjadikan hal-hal seperti uang, status, dan karir sebagai tujuan utama hidup mereka dan karenanya mengabaikan ridha Allah; mereka yang mengubah perintah-perintah Allah sesuai dengan keinginan dan nafsu mereka; mereka yang menafsirkan Al Quran sesuai dengan kepentingan mereka; mereka yang menyimpang dari jalan yang lurus; ringkasnya semua orang kafir dan munafik akan menghuni neraka, kecuali mereka yang dimaafkan dan diselamatkan Allah dengan kemurahan-Nya. Inilah kata-kata Allah yang meyakinkan dan pasti akan terjadi:

Dan kalau Kami menghendaki niscaya Kami akan berikan kepada tiap-tiap jiwa petunjuk, akan tetapi telah tetaplah perkataan dari pada-Ku: “Sesungguhnya akan Aku penuhi neraka jahanam itu dengan jin dan manusia bersama-sama.” (QS. As-Sajdah, 32: 13)

Ada fakta lain tentang neraka; orang-orang ini secara khusus diciptakan untuk neraka, sebagaimana dinyatakan ayat berikut:

Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS. Al A’raaf, 7: 179)

Meski semua penderitaan yang mereka alami, tidak akan ada seorang pun memberi pertolongan kepada penghuni neraka. Tidak ada yang sanggup menyelamatkan mereka darinya. Dibuang seperti itu akan memberi mereka perasaan kesepian yang pahit. “Maka tiada seorang teman pun baginya pada hari ini di sini..” (QS. Al Haaqqah, 69: 35) Di sekeliling mereka, hanya ada “Malaikat Azab” yang menerima perintah dari Allah. Mereka ini adalah para penjaga yang luar biasa keras, tanpa ampun, dan mengerikan, yang mengemban tanggung jawab tunggal memberi siksaan dahsyat terhadap penghuni neraka. Rasa kasihan telah dihilangkan sepenuhnya dari jiwa para malaikat ini. Di samping siksaan yang mereka berikan, mereka juga memiliki penampilan, suara, dan gerak-gerik yang menakutkan. Tujuan keberadaan mereka adalah untuk membalas mereka yang mengingkari Allah, dan mereka melaksanakan tanggung jawab mereka dengan perhatian dan ketelitian yang sepatutnya. Tidak mungkin mereka akan memberikan “perlakuan yang pilih kasih” kepada siapa pun.
Inilah sebenarnya bahaya nyata yang menunggu setiap diri di bumi. Manusia, yang ingkar dan tak bersyukur kepada Penciptanya, dan karenanya melakukan tindakan keliru terbesar, tidak diragukan lagi layak menerima pembalasan seperti itu. Allah, karenanya, memperingatkan manusia terhadap hal ini:

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At-Tahrim: 6)
Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubunnya, (yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka. Maka biarlah dia memanggil golongannya, kelak Kami akan memanggil malaikat Zabaniyah. (QS. Al ‘Alaq, 96: 15-18)

     Permohonan Putus Asa dan Tanpa Harapan

Penghuni neraka berada dalam keadaan tanpa harapan. Siksaan yang mereka jalani sangat kejam dan tanpa akhir. Harapan mereka satu-satunya adalah menangis dan meminta keselamatan. Mereka melihat para penghuni surga dan meminta air dan makanan. Mereka mencoba bertobat dan meminta ampunan Allah. Namun, semuanya sia-sia.

Penghuni neraka memohon kepada para penjaga. Mereka bahkan menghendaki para penjaga itu sebagai perantara antara mereka dan Allah dan meminta belas kasihan. Rasa sakit begitu tidak tertahankan dan mereka ingin dibebaskan darinya walau hanya untuk satu hari:

Dan orang-orang yang berada dalam neraka berkata kepada penjaga-penjaga neraka Jahanam: “Mohonkanlah kepada Tuhanmu supaya Dia meringankan azab dari kami barang sehari.” Penjaga Jahanam berkata: “‘Dan apakah belum datang kepada kamu rasul-rasulmu dengan membawa keterangan-keterangan?” Mereka menjawab: “Benar, sudah datang.” Penjaga-penjaga Jahanam berkata: “Berdoalah kamu”. Dan doa orang-orang kafir itu hanyalah sia-sia belaka. (QS. Al Ghafir, 40: 49-50)

Orang-orang kafir mencoba lebih jauh lagi mencari pengampunan, namun mereka ditolak dengan tegas:

Mereka berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah dikuasai oleh kejahatan kami, dan adalah kami orang-orang yang sesat. Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami daripadanya, maka jika kami kembali, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim.” Allah berfirman: “Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan Aku.” Sesungguhnya, ada segolongan dari hamba-hamba-Ku berdoa : “Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkau adalah Pemberi rahmat Yang Paling Baik.” Lalu kamu menjadikan mereka buah ejekan, sehingga kamu mengejek mereka, menjadikan kamu lupa mengingat Aku, dan adalah kamu selalu menertawakan mereka, Sesungguhnya Aku memberi balasan kepada mereka di hari ini, karena kesabaran mereka; sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang menang. (QS. Al Mu’minuun, 23: 106-111)

Ini benar-benar perkataan terakhir Allah terhadap penghuni neraka. Firman-Nya, “Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan Aku.” sudah final. Sejak itu, Allah tidak pernah mempertimbangkan lagi tentang para penghuni neraka. Tak seorang pun suka bahkan sekadar memikirkan situasi ini.

Sementara penghuni neraka disiksa, mereka yang memperoleh “kebahagiaan dan keselamatan”, yakni orang-orang yang beriman, tinggal di surga menikmati keberuntungan dari kemurahan yang tanpa akhir. Penderitaan para penghuni neraka menjadi lebih hebat ketika mereka melihat dan mengamati kehidupan mereka yang beriman di surga. Memang, tatkala menjalani siksaan yang tak tertahankan, mereka dapat “menonton” kenikmatan yang luar biasa di surga.

Orang-orang yang beriman, yang ditertawakan orang-orang kafir di dunia, sekarang menjalani hidup yang penuh dan bahagia, tinggal di tempat-tempat yang mulia, rumah-rumah megah dengan wanita-wanita yang cantik, dan menikmati makanan dan minuman yang lezat. Penampakan orang-orang yang beriman di dalam kedamaian dan kelimpahan makin memperkuat penghinaan di neraka. Pemandangan ini menambahkan sakit dan derita kepada kesedihan mereka. Penyesalan itu bertambah dalam dan kian dalam. Karena tidak mematuhi perintah Allah di dunia, mereka merasakan penyesalan yang dalam. Mereka berpaling kepada orang-orang beriman di surga dan mencoba untuk berbicara kepada mereka. Mereka memohon pertolongan dan simpati. Namun, ini hanyalah usaha yang sia-sia. Para penghuni surga juga melihat mereka. Penampilan dan kehidupan mereka yang mulia membuat mereka semakin bersyukur kepada Allah. Berikut ini adalah percakapan antara para penghuni neraka dan penghuni surga:

Berada di dalam surga, mereka tanya-menanya, tentang orang-orang yang berdosa, “Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar?” Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, dan kami tidak memberi makan orang miskin, dan adalah kami membicarakan yang batil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya, dan adalah kami mendustakan hari pembalasan, hingga datang kepada kami kematian.” Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafaat dari orang-orang yang memberikan syafaat. (QS. Al Muddatstsir, 74: 40-48)

Sebuah Peringatan Agar Terhindar dari Siksaan
Pada bab ini, kita membahas tentang dua kelompok manusia; mereka yang beriman kepada Allah mereka yang mengingkari keberadaan-Nya. Juga telah ditampilkan gambaran umum tentang neraka, begitu pula surga, seluruhnya berdasarkan kepada deskripsi qurani. Tujuannya bukanlah untuk memberikan keterangan tentang agama, melainkan untuk mengingatkan dan mengancam orang-orang yang tidak beriman bahwa Hari Akhirat akan menjadi sebuah tempat yang mengerikan bagi mereka dan akhir mereka akan sangat menakutkan.
Setelah semua pembahasan, perlu ditekankan bahwa manusia, tak diragukan lagi, bebas untuk mengambil keputusannya. Dia dapat menjalani hidupnya sebagaimana ia inginkan. Tidak seorang pun punya hak untuk memaksa orang lain percaya. Namun, begitu orang-orang yang mengimani keberadaan Allah dan keadilan-Nya yang maha, kita mengemban tanggung jawab untuk memperingatkan manusia terhadap hari yang begitu mengerikan. Orang-orang ini jelas tidak menyadari situasi mereka dan akhir macam apa yang menunggu mereka. Oleh karena itu, kita merasa bertanggung jawab untuk memperingatkan mereka. Allah menerangkan kepada kita tentang keadaan orang-orang ini:

Maka apakah orang-orang yang mendirikan mesjidnya di atas dasar takwa kepada Allah dan keridhaan- itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan dia ke dalam neraka Jahanam. Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (QS. At-Taubah, 9: 109)

Mereka yang mengingkari perintah Allah di dunia ini dan, sadar atau tidak, menyangkal keberadaan Pencipta mereka, tidak memiliki syafaat di hari akhir. Karenanya, sebelum kehilangan waktu, setiap orang harus menyadari situasinya di hadapan Allah dan tunduk patuh kepada-Nya. Jika tidak, dia akan menyesalinya dan menghadapi akhir yang menakutkan:

Orang-orang yang kafir itu seringkali menginginkan, kiranya mereka dahulu menjadi orang-orang muslim. Biarkanlah mereka makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan, maka kelak mereka akan mengetahui. (QS. Al Hijr, 15: 2-3)

Cara untuk menghindari azab yang abadi, meraih kebahagiaan abadi, dan memperoleh ridha Allah sudah jelas:
Sebelum terlambat, berimanlah dengan sebenar-benarnya kepada Allah,
Isilah hidup Anda dengan amal saleh untuk mendapatkan ridha-Nya….  

This Post Has 2 Comments

  1. Anonim

    cinta dunia tak lepas dari cinta harta wanita dan tahta..

  2. Unknown

    Tulisan anda seperti novel, sangat nyaman dibaca. Pada beberapa bagian saya juga terharu, betapa Allah Maha pemurah dan penyayang bagi hambanya yg senantiasa beriman dan bertakwa.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.