GELAR KHALILULLAH BAGI NABI IBRAHIM A.S.
Oleh: “Saefudin Jaza“
Dan siapakah yang lebih baik agamanya dariapa orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama nabi Ibrahim yang lurus ? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.” (Q.S. An-Nisa : 125)Nabi Ibrahim mendapat gelar khalilullah yang artinya kekasih Allah. Predikat ini bukan bikinan atau keinginan manusia apalagi permintaan Nabi Ibrahim sendiri. Tetapi langsung Allahlah yang menganugrahkanya seperti yang tercantum dalam ayat Al-Quran di atas.Sebagai kekasih Allah tentu saja Ia (Allah) sangat sayang kepadanya; Sangat dekat dan do’anya selalu dikabulkan. Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 124 s.d.129 menggambarkan betapa Allah memenuhi segala do’a yang disampaikan oleh Nabi Ibrahim a.s. antara lain: Keturunannya banyak yang menjadi nabi dan rasul termasuk Nabi Muhammad saw. ; Tanah Mekah menjadi negeri yang aman, tentram dan sejahtera dikunjungi oleh jutaan manusia setiap tahun ; Perjalanan hidupnya dijadikan sebagai manasik haji, dan hingga kini seluruh umat Islam senantiasa membacakan shalawat setiap hari kepadanya di dalam setiap shalatnya bersamaan dengan shalawat kepada nabi Muhammad saw.Nabi Ibrahim mendapat gelar khalilullah tentunya berkat usaha dan kesungguhnyanya dalam menegakkan syaria’at Allah dan pengabdiannya yang tak terhingga sebagai seorang rasul meskipun banyak tantangan dan rintangan yang ia alami. Di dalam kitab Nashaihul ibad diceritakan bahwa ada tiga hal yang menyebabkan Nabi Ibrahim mendapat gelar “Khalilullah” yaitu:Pertama , Beliau selalu mengutamakan perintah Allah di atas perintah-perintah selainNya termasuk perintah akal dan perasaannya. Artinya Beliau a.s. selalu “sami’na wa atha’na “ (patuh dan ta’at) tanpa pikir-pikir dalam melaksanakan perintah-Nya meskipun perintah tersebut dirasakan sangat bertentangan dengan akal dan perasaannya. Tetapi karena perintah itu sudah jelas dari Allah, ia pasrah kepada kehendakNya. Contoh bagaimana Beliau a.s. telah merelakan putranya Ismail untuk disembelih karena atas perintah Allah. Kecintaan kepada Allah mengalahkan kecintaan kepada putranya, Ismail. Nilai inilah yang terus menerus diwariskan dan ditanamkan kepada anak keturunannya termasuk kita umat Islam. Allah telah mengingatkan di dalam Al-Quran surat At-Taubah ayat 24 jika kita lebih mencintai dan lebih mengutamakan selain Allah dan rasulNya, “ tunggu apa yang akan terjadi !”Kedua, Beliau tidak pernah resah dan khawatir terhadap segala sesuatu yang telah ditanggung oleh Allah, misalnya masalah rizqi, keamanan, kematian, jodoh dan sebagainya. Sebab itu, beliau dengan tenang hati meninggalkan istri dan putranya Ismail yang masih bayi di tengah-tengah padang pasir yang masih ganas, karena Beliau harus memenuhi panggilan Allah Swt. Demikian pula beliau tidak khawatir terhadap keselematan dirinya ketika Beliau dilemparkan kedalam gunung api oleh raja Namrud. Beliau yakin jika ia menolong Allah, pasti Allah akan menolongnya (Q.S. Muhammad: 7)Ketiga, Beliau tidak akan makan kecuali secara berjama’ah. Ada sebuah riwayat bahwa jika Beliau mau makan suka berjalan sepanjang satu hingga dua mil untuk mencari teman makan. Betapa pentingnya nilai berjama’ah, jangankan shalat fardhu, makan saja sebaiknya selalu berjama’ah. Nilai inipun diwariskan kepada kita, umat nabi Muhammad Saw. Di dalam salahsatu haditsnya belilau menyatakan bahwa shalat berjama’ah lebih tinggi nilainya dibandingkan dengan shalat sendirian. Perbandingannya adalah 27: 1. Rasulullah sendiri telah mencontohkan bahwa sepanjang hayatnya tidak pernah shalat maktubah lima waktu dilakukan sendirian, terkecuali menyelang wafatnya karena sudah tidak kuat lagi ke masjid. Wallahu a”lam.