Golput, Skenario Non Islam
Oleh: Eman Mulyatman
Untuk Pemilu 2009 ini Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) menyerukan untuk memilih wakil yang memperjuangkan Islam. Menurut ketua DDII, KH Syuhada Bahri dirinya secara pribadi mengaku memilih. Paling tidak, agar menggangu skenario kelompok non Islam.
“Sejujurnya saya akui dengan memilih, kita belum tembus untuk menegakkan syariah Islam. Kalau mau tembus mestinya sudah terjadi sejak dulu, ketika Masyumi berkuasa, mereka kan ikhlas semua,” terang KH Syuhada Bahri.
Syuhada mengungkapkan semasa M Natsir masih hidup, dirinya dipanggil. Lalu Pak Natsir bertanya, “Saya dengar saudara golput?”…
Golput, Skenario Non Islam
Oleh: Eman Mulyatman
Untuk Pemilu 2009 ini Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) menyerukan untuk memilih wakil yang memperjuangkan Islam. Menurut ketua DDII, KH Syuhada Bahri dirinya secara pribadi mengaku memilih. Paling tidak, agar menggangu skenario kelompok non Islam.
“Sejujurnya saya akui dengan memilih, kita belum tembus untuk menegakkan syariah Islam. Kalau mau tembus mestinya sudah terjadi sejak dulu, ketika Masyumi berkuasa, mereka kan ikhlas semua,” terang KH Syuhada Bahri.
Syuhada mengungkapkan semasa M Natsir masih hidup, dirinya dipanggil. Lalu Pak Natsir bertanya, “Saya dengar saudara golput?”
Syuhada menjawab,”Iya.”
Lalu Natsir melanjutkan, “Itu hak saudara, saya menghargai pilihan itu. Hanya saya memperhatikan betapa Golkar dan PDI dijadikan tangga oleh orang kristen.”
Syuhada paham, bila umat Islam tidak memilih, maka posisi umat Islam akan kembali tertindas seperti pada di zaman Orba. Waktu itu, terlalu banyak produk perundang-undangan yang sangat bertentangan dan merugikan aspirasi umat Islam.
Masih hangat dalam memori Syuhada, “Peristiwa Tanjung Priok berdarah, itu hasil dari tidak dekatnya Umat Islam dengan elit politik.”
Meski dirinya tidak memiliki data konkret, “Bau-baunya saya menduga, isu golput itu dihembuskan oleh kelompok non Islam. Kitanya golput, tapi mereka memilih. Akhirnya merekalah yang menguasai.”
Begitulah memang, perjuangan penegakkan syariat Islam di Indonesia sudah ditempuh para pendahulu kita, baik lewat jalur keras oleh Kartosuwiryo dengan Darul Islam-nya. Maupun dengan M Natsir lewat jalur parlemen.
Di atas dan di bawah atau dikuasai dan menguasai adalah faktor giliran semata. “…demikianlah hari-hari kebangkitan dan kejatuhan Kami pergilirkan diantara umat manusia agar mereka mendapat pelajaran…” (Q.S al-Imran/3 : 140)
Oleh karenanya acara golput tidaklah terulang kembali pada pemilihan presiden mendatang, agar negeri kita ini dipimpin oleh pemimpin yang memperjuangkan syariat Islam.
Sumber: SABILI no. 20/ 23 April 2009